Jumat, 19 Oktober 2012

Pengaruh Perubahan Budaya terhadap Etos Kerja di Asia


Perubahan budaya dapat muncul akibat adanya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, masuknya budaya barat di Asia yang memunculkan perubahan budaya terhadap etos kerja, memancing inovasi-inovasi baru dalam kebudayaan. Perubahan budaya dan etos kerja di Jepang menjadi sangat kuat setelah adanya resistensi dari budaya barat.



Perang Dunia II merupakan titik yang menentukan dalam sejarah budaya Asia melalui agama. Mitos keunggulan bangsa-bangsa Barat terbukti tidak benar, terutama di wilayah-wilayah yang diduduki Jepang. Pada periode 1943-1949 negara Lebanon, Suria, Yordania, India, Pakistan, Burma, Ceylon, Korea Utara, Korea Selatan, Filipina, Laos, Kamboja dan Indonesia memperoleh kemerdekaannya. Kemandirian yang lama diinginkan tiba-tiba ditimpakan juga kepada gereja-gereja Asia.
Pada awal zaman kemandirian para ahli teologi Asia mempelajari agama-agama Asia serta kebudayaan-kebudayaan Asia sebagai jalan pendekatan kepada penduduk setempat. Appasamy memakai konsep-konsep Hinduisme India sebagai sarana pengungkapan kebenaran Kristen. Ahli teologi India yang bermunculan seperti Devanandan, lebih menekankan dialog antara kekristenan dan Hinduisme. Teologi kontekstual mengambil berbagai bentuk. Koyama, seorang tenaga utusan Injil dari Jepang ke Thailand, yang sekarang tinggal di Amerika, menekankan kontekstualisasi teologi salib yang diarahkan kepada rakyat pinggiran. Kemiskinan dan penindasan, yang nyata dalam kehidupan sejumlah besar penduduk Asia, diperlihatkan dalam teologi penderitaan di Jepang dan dalam teologi Minjung di Asia. Teologi feminis Asia dikembangkan di Korea dan di Filipina menjelang akhir periode yang diteliti, tetapi belum menyentuh masyarakat-masyarakat di mana pemerasan wanita terjadi.
Dari uraian yang telah disampikan di atas, penulis menemukan adanya perubahan budaya di Asia akibat adanya budaya lain yaitu budaya Barat melalui kristenisasi. Namun tidak semua mengalami penetrasi budaya Barat, bahkan Jepang merespon dengan resistensi. mempengaruhi etos kerja karena hal ini sangat berkaitan dengan berbagai budaya kerja yang ada di Asia dan pengaruhnya terhadap etos kerja beberapa negara di dalamnya termasuk negara Jepang dan Indonesia.

Perubahan sosial budaya diidentifikasikan dengan adanya perubahan struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi setiap waktu dalam suatu masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin berubah. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan. Budaya bisa berubah tergantung dengan budaya lokal. Oleh karena itu bisa terjadi resistensi budaya, akulturasi, maupun asimilasi.
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial:
a.       Tekanan kerja dalam masyarakat
b.      Keefektifan komunikasi
c.       Perubahan lingkungan alam

Kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat dengan masyarakat. Menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski, segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri atau sering disebut sebagai Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian dikenal sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Sedangkan Edward Burnett Tylor berpendapat bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi juga mengemukakan definisi kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari beberapa definisi diatas, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.


Budaya kerja merupakan sistem nilai, persepsi, perilaku dan keyakinan yang dianut oleh tiap individu karyawan dan kelompok karyawan tentang makna kerja dan refleksinya dalam kegiatan mencapai tujuan organisasi dan individual. Dalam suatu perusahaan maka tujuannya tercermin pada profit yang maksimum. Sementara apabila dilihat dari sisi individu adalah mencapai kinerja maksimum untuk meraih kepuasan (utility) yang maksimum. 
Dalam konteks budaya kerja, produktivitas tidak dipandang hanya dari ukuran fisik tetapi juga dari ukuran produk sistem nilai. Karyawan unggul menilai produktivitas atau produktif adalah sikap mental: Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik daripada sekarang. Jadi kalau seorang karyawan bekerja, dia akan selalu berorientasi pada ukuran nilai produktivitas atau minimal sama dengan standar kinerja perusahaan.
Budaya Kerja di Asia mengalami banyak perubahan dalam perkembangannya. Periode 1945-1990 merupakan zaman yang ditandai perubahan yang terus-menerus. Imperialisme politik negara-negara Barat disusul imperialisme ekonomi perusahaan berbagai bangsa (multinational) dan kekuasaan ekonomi negara-negara besar. Pertikaian antara Komunisme dengan kapitalisme, khususnya antara Uni Sovyet dengan Amerika Serikat, sesudah Perang Dunia II, mengakibatkan serangkaian perang dan revolusi atau pemberontakan di kawasan Asia.
Menjelang tahun 1990, keruntuhan pemerintahan Komunis di beberapa negara, serta penghematan Amerika Serikat menghadapi kesulitan ekonomi mengakibatkan permusuhan antar agama dan antar suku-bangsa mencapai titik puncaknya, sehingga pecahlah perang dan gerakan terorisme semakin meningkat. Hampir setiap negara Asia terdiri dari penduduk campuran suku maupun campuran agama, sehingga mudah terpengaruh oleh ketegangan yang semakin meningkat akibat nasionalisme, prasangka kesukuan dan sikap tanpa toleransi dalam agama.
Pada pertengahan kedua abad ke-20, terutama menjelang akhir abad tersebut, Asia mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, sehingga Jepang termasuk golongan negara-negara terkaya di dunia. Kawasan Lingkaran Samudera Pasifik (Pacific Rim) sangat berpengaruh dalam ekonomi dunia. Meskipun Asia secara keseluruhan mengalami perkembangan pesat, namun di beberapa tempat, seperti Bangladesh dan Myanmar, kemiskinan masih merajalela. Perkembangan yang pesat ini mengakibatkan urbanisasi. Akibat pesatnya proses urbanisasi, pada tahun 1990 terdapat 89 kota di Asia dengan penduduk melebihi sejuta jiwa. Penduduk terdaftar di Jakarta pada tahun yang sama berjumlah lebih dari delapan juta. Kota megapolitan di Asia bercirikan teknologi canggih, pembangunan modern, namun juga disertai kemiskinan yang sangat tinggi.