Perubahan budaya dapat muncul akibat adanya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, masuknya budaya barat di Asia yang memunculkan perubahan budaya terhadap etos kerja, memancing inovasi-inovasi baru dalam kebudayaan. Perubahan budaya dan etos kerja di Jepang menjadi sangat kuat setelah adanya resistensi dari budaya barat.
Perang Dunia II merupakan titik yang menentukan dalam sejarah budaya
Asia melalui agama. Mitos keunggulan bangsa-bangsa Barat terbukti tidak benar,
terutama di wilayah-wilayah yang diduduki Jepang. Pada periode 1943-1949 negara
Lebanon, Suria, Yordania, India, Pakistan, Burma, Ceylon, Korea Utara, Korea
Selatan, Filipina, Laos, Kamboja dan Indonesia memperoleh kemerdekaannya.
Kemandirian yang lama diinginkan tiba-tiba ditimpakan juga kepada gereja-gereja
Asia.
Pada awal zaman kemandirian para ahli teologi Asia mempelajari
agama-agama Asia serta kebudayaan-kebudayaan Asia sebagai jalan pendekatan
kepada penduduk setempat. Appasamy memakai konsep-konsep Hinduisme India
sebagai sarana pengungkapan kebenaran Kristen. Ahli teologi India yang bermunculan
seperti Devanandan, lebih menekankan dialog antara kekristenan dan Hinduisme.
Teologi kontekstual mengambil berbagai bentuk. Koyama, seorang tenaga utusan
Injil dari Jepang ke Thailand, yang sekarang tinggal di Amerika, menekankan
kontekstualisasi teologi salib yang diarahkan kepada rakyat pinggiran.
Kemiskinan dan penindasan, yang nyata dalam kehidupan sejumlah besar penduduk
Asia, diperlihatkan dalam teologi penderitaan di Jepang dan dalam teologi
Minjung di Asia. Teologi feminis Asia dikembangkan di Korea dan di Filipina
menjelang akhir periode yang diteliti, tetapi belum menyentuh
masyarakat-masyarakat di mana pemerasan wanita terjadi.
Dari uraian yang telah disampikan di atas, penulis menemukan adanya
perubahan budaya di Asia akibat adanya budaya lain yaitu budaya Barat melalui
kristenisasi. Namun tidak semua mengalami penetrasi budaya Barat, bahkan Jepang
merespon dengan resistensi. mempengaruhi etos kerja karena hal ini sangat
berkaitan dengan berbagai budaya kerja yang ada di Asia dan pengaruhnya terhadap
etos kerja beberapa negara di dalamnya termasuk negara Jepang dan Indonesia.
Perubahan sosial budaya diidentifikasikan dengan adanya perubahan
struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya
merupakan gejala umum yang terjadi setiap waktu dalam suatu masyarakat.
Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu
ingin berubah. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya
merupakan penyebab dari perubahan. Budaya bisa berubah tergantung dengan budaya
lokal. Oleh karena itu bisa terjadi resistensi budaya, akulturasi, maupun
asimilasi.
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial:
a.
Tekanan
kerja dalam masyarakat
b.
Keefektifan
komunikasi
c.
Perubahan
lingkungan alam
Kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat dengan masyarakat.
Menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski, segala sesuatu
yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri atau sering disebut sebagai Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari
satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian dikenal sebagai
superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Sedangkan Edward Burnett Tylor berpendapat bahwa kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi juga mengemukakan definisi kebudayaan adalah sarana hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari beberapa definisi diatas, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan yaitu sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Budaya kerja merupakan sistem nilai, persepsi, perilaku dan
keyakinan yang dianut oleh tiap individu karyawan dan kelompok karyawan tentang
makna kerja dan refleksinya dalam kegiatan mencapai tujuan organisasi dan
individual. Dalam suatu perusahaan maka tujuannya tercermin pada profit yang
maksimum. Sementara apabila dilihat dari sisi individu adalah mencapai kinerja
maksimum untuk meraih kepuasan (utility) yang maksimum.
Dalam konteks budaya kerja, produktivitas tidak dipandang hanya
dari ukuran fisik tetapi juga dari ukuran produk sistem nilai. Karyawan unggul
menilai produktivitas atau produktif adalah sikap mental: Hari ini harus lebih
baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik daripada sekarang. Jadi
kalau seorang karyawan bekerja, dia akan selalu berorientasi pada ukuran nilai
produktivitas atau minimal sama dengan standar kinerja perusahaan.
Budaya Kerja di Asia mengalami banyak perubahan dalam
perkembangannya. Periode 1945-1990 merupakan zaman yang ditandai perubahan yang
terus-menerus. Imperialisme politik negara-negara Barat disusul imperialisme
ekonomi perusahaan berbagai bangsa (multinational) dan kekuasaan ekonomi
negara-negara besar. Pertikaian antara Komunisme dengan kapitalisme, khususnya
antara Uni Sovyet dengan Amerika Serikat, sesudah Perang Dunia II,
mengakibatkan serangkaian perang dan revolusi atau pemberontakan di kawasan
Asia.
Menjelang tahun 1990, keruntuhan pemerintahan Komunis di beberapa
negara, serta penghematan Amerika Serikat menghadapi kesulitan ekonomi
mengakibatkan permusuhan antar agama dan antar suku-bangsa mencapai titik
puncaknya, sehingga pecahlah perang dan gerakan terorisme semakin meningkat.
Hampir setiap negara Asia terdiri dari penduduk campuran suku maupun campuran
agama, sehingga mudah terpengaruh oleh ketegangan yang semakin meningkat akibat
nasionalisme, prasangka kesukuan dan sikap tanpa toleransi dalam agama.
Pada pertengahan kedua abad ke-20, terutama menjelang akhir abad tersebut, Asia mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, sehingga Jepang termasuk golongan negara-negara terkaya di dunia. Kawasan Lingkaran Samudera Pasifik (Pacific Rim) sangat berpengaruh dalam ekonomi dunia. Meskipun Asia secara keseluruhan mengalami perkembangan pesat, namun di beberapa tempat, seperti Bangladesh dan Myanmar, kemiskinan masih merajalela. Perkembangan yang pesat ini mengakibatkan urbanisasi. Akibat pesatnya proses urbanisasi, pada tahun 1990 terdapat 89 kota di Asia dengan penduduk melebihi sejuta jiwa. Penduduk terdaftar di Jakarta pada tahun yang sama berjumlah lebih dari delapan juta. Kota megapolitan di Asia bercirikan teknologi canggih, pembangunan modern, namun juga disertai kemiskinan yang sangat tinggi.