Dalam
bukunya “Business Ethic” (2006),
Jennings menyatakan bahwa etika terdiri dari aturan-aturan yang tidak tertulis.
Etika berkembang seiring dengan interaksi antar manusia. Standar etika berbeda
dengan standar hukum. Standar etika akan menciptakan aturan yang akan diterima
oleh masyarakat. Standar etika dapat berwujud perilaku dan perbuatan. Oleh karena itu,
standar etika dinilai lebih tinggi dari standar hukum karena tidak sekedar
hukuman yang diterima melainkan penilaian dari masyarakat. Kasus “The Teacher with
Tough Standards: Honesty” menunjukkan sebuah perbuatan yang tidak sesuai
dengan standar etika yaitu plagiarisme. Plagiarisme menjadi permasalahan
tersendiri karena dinilai dapat menurunkan pola piker secara rasional.
Christine
Pelton (26) seorang guru Biologi dari Piper High School di Kansas, mengundurkan
diri setelah dewan sekolah memutuskan untuk merubah aturan kelas yang
dibuatnya. Pelton membuat peraturan di kelas untuk para siswanya mengenai tugas
dengan nilai 50% dari total nilai yaitu laporan jenis-jenis tanaman. Laporan
tersebut harus dikerjakan sendiri dan tidak boleh mengambil materi dari
internet. Apabila ada siswa yang tertangkap mengambil materi dari internet maka
nilai tugas tersebut adalah nol (0). Sesuai dengan kutipan Pelton dari New York
Times, February 14, 2002 sebagai berikut:
''It's not just biology, you're teaching them a
lot more than that,'' Mrs. Pelton, who had planned to resign this spring anyhow
to start a home-based day care center, said between television appearances the
other day. ''You're teaching them to be honest people, to have integrity, to
listen, to be good citizens.
Aturan yang dibuat
sendiri oleh Pelton menyebabkan 28 dari 118 siswa tidak lulus akibat dinyatakan
melakukan plagiatisme. Akibatnya seluruh wali murid melakukan aksi protes
kepada dewan sekolah Piper High School. Sementara itu, dewan sekolah menyatakan
belum secara spesifik aturan mengenai plagiarisme namun telah membuat aturan
mengenai tindakan mencontek (cheating).
Seperti yang ditulis Jodi Wilgoren dalam New York Times berikut:
Piper High's handbook does not mention
plagiarism specifically, but says the penalty for cheating, even a first
offense, is no credit on the assignment. Administrators are now setting up a
committee to handle conflicts over grades and collecting plagiarism policies
from other schools.
Setelah aksi protes
tersebut, Pelton menyatakan pengunduran dirinya. Para wali murid pun
mempertanyakan siapakah yang seharusnya bertanggungjawab atas ketidaklulusan
anak-anak mereka. Oleh karena itu, dewan sekolah mendiskusikan kebijakan
mengenai plagiarisme. Sementara keputusan dewan sekolah sedang dibuat, beberapa
pihak menunjukkan pro dan kontra mengenai peraturan yang dibuat Pelton.
Permasalahan-permasalahan utama dalam kasus ini adalah sebagai berikut:
a. Isu plagiarisme sebagai suatu standar
etika yaitu kejujuran.
b. Kebebasan akademik suatu lembaga
pendidikan dan tenaga pengajarnya.
c. Apresiasi terhadap anti-plagiarisme.
d. Kekuatan regulasi (standar hukum) dibandingkan
dengan standar etika.
Menurut
prinsip-prinsip etis yang dikemukakan Jennings, kasus ini dapat dilandasi dua
teori yaitu “Right Theory” dan “Moral Relativism”. Teori hak (right theory) mendasari keputusan yang
diambil oleh Mrs.Pelton dalam membuat aturan. Sebagai guru ia berhak membuat
aturan sesuai dengan hasil yang diharapkan. Teori ini juga melandasi aksi
protes para wali murid karena mereka merasa berhak menuntut nilai karena
anak-anak mereka sudah berusaha keras walaupun dinyatakan bersalah. Sedangkan moral relativism yang menjadikan adanya
pro dan kontra dari keputusan yang diambil Mrs.Pelton.
Para
siswa di sekolah diharapkan mampu menggunakan daya nalar (power of reasoning). Apabila dilihat dari hal tersebut, tindakan
Mrs.Pelton dengan membuat aturan adalah benar. Plagiarisme merupakan bagian
dari tindakan kecurangan (cheating)
yang melanggar standar etika. Namun demikian, sebaiknya dewan sekolah lebih jelas
dalam membuat regulasi sehingga dapat digunakan untuk acuan para tenaga
pengajarnya. Dengan adanya regulasi (standar hukum) yang jelas maka standar
etika dapat dilaksanakan dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar